Laki-laki itu, pertama kali aku melihatnya adalah saat ia duduk sendiri di sudut sebuah kantin sekolah. Kepalanya tertunduk, terfokus kepada minuman pop ice yang terhidang dingin di hadapannya. Sambil mengaduk-ngaduk esnya terus menerus, lelaki itu terdiam. Saat itu sudah pukul empat, sekolah telah sepi, mungkin hanya tinggal segelintir anak-anak saja yang masih betah untuk mengobrol di sanggar, atau beberapa pengurus takmir masjid yang lebih suka berdiam diri di mushola sekolah. Selain laki-laki itu hanya ada satu orang lagi di kantin ini, ya tentu saja si pemilik kantin, seorang laki-laki, namanya Pak Sis. Pak Sis adalah salah satu dari tukang kebun sekolahku juga. Biasanya yang menjaga kantin ini adalah Bu Sis, istri dari Pak Sis. Seorang perempuan paruh baya yang selalu halus dalam setiap tutur kata dan nada bicaranya. Bahkan menurutku Bu Sis tidak mempunyai bakat dalam berteriak, seperti layaknya yang sering dilakukan murid-murid sekolah ini saat berdesakan membeli jajan di waktu istirahat tiba. Karena waktu yang telah sore inilah yang membuat akhirnya Pak Sis menjaga kantin, sedangkan Bu Sis telah pulang terlebih dahulu. Pak Sis saat itu sedang asyik duduk di salah satu bangku kantin sambil mendengarkan radionya.
Label: Cerpen