Hari ini seperi biasanya, sehabis bel berbunyi satu tempat yang aku tuju. Tentu saja sanggar baruku. Aku dan beberapa teman-teman sedang sibuk mempersiapkan acara besar Bedah Buku Antologi Puisi kami. Memang, event itu tinggal hitungan beberapa minggu lagi. Aku setengah berlari menuju sanggar itu, bukan karena aku sangat bersemangat untuk membantu, tetapi aku senang melihat begitu banyak teman-temanku yang berkreasi membuat karya-karya lukisan, sebab event besar kami nanti juga akan diselingi dengan pameran lukisan dari anak-anak sanggar. Belum sampai di tempat, sudah ada beberapa anak yang tampak di lorong persimpangan sanggar.
"Hai Lucy....!" sapaku kepada seorang anak perempuan yang duduk di samping Bokir dan Adiwidia. Mereka duduk berjejer di lantai di samping pintu sanggar. Kulihat telah banyak lukisan yang berjejer di luar sanggar. Tampaknya lukisan itu sengaja diletakkan di luar untuk mengeringkan cat airnya yang masih basah di atas kanvas.
"A.o Chunny..." jawab Lucy. Ia tersenyum lebar ke arahku dengan setengah melambai. Sapaan Lucy di ikuti oleh lambaian dan senyum pula dari Bokir ke arahku. Lucy, adalah seorang anak perempuan sebayaku yang sangat brilian. Bagaimana tidak? Dia langganan menyabet piala juara paralel di sekolahku. Soal pelajaran? Tak usah ditanya, sudah pasti dia jagonya, terutama di bidang eksakta, khususnya Fisika. Postur tubuh Lucy bisa dikatakan sedikit rata-rata, dan ia memiliki rambut pendek sebatas leher dengan wajah yang sangat bulat. Lucy menempati posisi sebagai bendahara di struktur sanggar ini, jadi tidak heran jika ada beberapa anak usil yang menjulukinya sebagai rentenir sanggar.
"Siapa aja yang ada di dalam sanggar?" tanyaku.
"Ehm, Mas Adiib, Velix, Azizah, Oka, Wheny, Mas Faisal, sama Shiella kalo gak salah".
"Mas Muris nggak ada?"
"Kayaknya nggak ada sih"
Aku beralih menengok ke dalam sanggar, benar saja ada orang-orang yang disebutkan oleh Lucy berada dalam sanggar. Kecuali Shiella, yang lain sedang asyik-asyiknya bercakap-cakap satu sama lain. Kudapati Shiella sedang berada di sudut sambil menari-narikan kuasnya pada sebuah kanvas. Aku memandang sekilas coretan-coretan yang ia torehkan di kanvas putih itu. Sembari meletakkan tas aku menyapa beberapa orang dalam sanggar itu dan kemudian berpaling ke arah Shiella.
"Bikin apa Shiel?"
"Eh sunny... Ehm, aku nggak tau juga bikin apa, hah hah hah", jawabnya dengan sedikit tawanya yang khas. "Aku sebenernya nggak ngerti juga apa yang aku buat, but at least aku kan orangnya suka banget gambar, yah jadi aku pengen buat lukisan ini aja", tambahnya.
Aku pandangi lukisan itu, seperti ada gambaran awan-awan putih yang bertumpuk disisi kanan dan kirinya, serta tambahan warna hijau di tengah-tengah lukisan yang memanjang seperti jalan yang menjauh membuatku mempersepsikan bahwa itu adalah gambar naga.
"Bukannya ini kayak naga ya?"
"Yang mana? Oh itu! Kamu juga berpikiran begitu? Aku tadinya juga berpikir sama, kok jadinya kayak naga ya, tapi ya gak tau lah....bla bla bla bla bla......", tukas Sheilla dengan cepat. Ia memang tipe anak yang dianggap cerewet oleh anak-anak lain, dan sedikitnya aku juga menyadari itu. Omongan Shiella tiba-tiba saja menjadi angin lalu disampingku, aku sudah tidak bisa mendengar lagi apa yang ia katakan. Belum lagi lelucon-lelucon yang ia buat, yang menurutku tidak ada lucunya sama sekali.
Nama lengkapnya adalah Shiella Fiolly Amanda Silaen. Aku berkenalan dengannya pada awal masuk SMA ini. Perawakannya dibilang cukup besar untuk perempuan yang sebaya denganku. Tingginya mungkin hampir mencapai 168-170cm, dengan badan yang besar pula. Dari raut wajahnya mungkin kita sudah sedikit mengetahui bahwa ia adalah seorang keturunan Batak. Gaya bicaranya yang khas dengan sedikit berteriak dan keras kepala pun menjadi pendukung karakternya itu. Some people in my class thought that she was a weird. Dan aku pun terkadang tidak dapat memungkiri hal itu. She did talk so much, and it seemed like she wanted all people around her knew about her life. Seemed nothing to be a secret even. Bahkan rahasia yang menjadi aib sekalipun.
"Ayahku orang Batak, dia seorang yang kerja di bidang pelayaran. Aku nggak begitu ngerti ya kenapa dia bisa ninggalin aku sama mamah. Tapi aku juga kesel sih sama dia. Kayak nggak bertanggungjawab. bla bla bla bla bla...", ceritanya saat awal kami bertemu dan sharing. Pada waktu itu aku pikir mungkin dia adalah orang dengan tipe yang terrbuka, namun setelah beberapa waktu berjalan, dan yah i have no idea for her.
Sebuah langkah terdengar menuju sanggar. Langkah itu tepatnya berada beberapa meter jaraknya di sampingku. Aku menoleh. Sebuah siluet laki-laki berperawakan cukup tinggi tepat berada di depanku saat ini. Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas, sebab cahaya matahari langsung membuat silau di sekitar pupil mataku. Barulah setelah beberapa saat aku dapat mengenalinya dengan jelas. Seorang laki-laki dengan jaket berwarna merahnya, dia seorang malaikat sekaligus iblis, mungkin.
Label: Cerpen
wah, aku jadi bahan cerita juga ternyata di sini.. apa kabarnya nih ? sukses ya !
BalasHapus