Aku tidak tahu sejak kapan mereka tertawa cekikikan memperhatikan fotoku. Yang jelas, aku sama sekali tidak sadar momen memalukan yang dicuri dariku itu. Hingga sampai akhirnya Wheny menunjukkan sebuah gambar yang bertengger manis di layar hp-nya. Oh hell no! That was me... I was fall asleep some minutes ago, but i didn't realize that i really slept at that time. Foto itu jelas masih terbingkai di ingatanku. Meski hanya foto setengah badan yang diambil. Fotoku yang tertidur dengan beralaskan tas kusutku yang berwarna coklat dengan motif kotak-kotak. Sekilas aku pikir betapa polosnya wajahku dan kemudian tertawa dalam hati, tapi anggapan itu langsung cepat-cepat aku hilangkan. Bagaimanapun aku tidak suka foto-foto semacam itu bisa dimiliki orang lain. Sungguh memalukan! Aku bergegas bangun dari posisi tidurku, seragam biruku terlihat sangat kusut, apalagi jilbab yang aku pakai, sudah berbentuk seperti kain lusuh yang siap untuk dibuang. Errrrggghhh, kenapa juga mesti ketiduran, ucapku dalam hati. Aku memang berniat untuk beristirahat sejenak, tetapi tidak untuk tidur, lagipula pikirku tidak mungkin aku bisa ketiduran ditempat sepanas ini. Aku berdiri, berjalan selangkah mendekati Wheny.

"When, lihat hp kamu sini!", perintahku.
"Nggak mau", jawabnya sambil terus meledekku menunjukkan layar hpnya.
"Hapus nggak?", kataku setengah mengancam.
"Nggak. ha ha ha... Eh, temen-temen lihat deh, aku punya fotonya sunny bobok", teriaknya ke anak-anak sanggar yang lain. Aku merasakan tanduk di kepalaku sudah mulai keluar. Tanganku berusaha merebut hp yang dipegangnya. Tapi gagal, dia terlalu gesit, apalagi mataku masih setengah terbuka. Wheny malah kegirangan berlari-larian di setiap sudut sanggar sambil memperlihatkan foto itu ke setiap orang di sanggar. 
"Sunny bobok, sunny bobok...", katanya sambil tertawa-tawa. Orang-orang di sanggar pun juga terlihat senang menertawakan fotoku itu. Aku kesal. Kami berlari-larian di sekitar sanggar, berebut hp. Rok seragamku yang span semakin mempersulit langkahku untuk mengejarnya. Bukannya menangkap Wheny, justru aku banyak menubruk anak-anak yang sedang melukis. Tersandung-sandung aku mengejarnya. Sial! gerutuku dalam hati. 
"Aduh, aduh, anak-anakku ini... Hey, hey, kok malah lari-larian, bukannya malah bantuin buat kegiatan", ucap Mas Adiib sambil melihat ke arah kami.
"Ini lho mas, Wheny nyolong fotoku, aku nggak mau...", keluhku. "Uuuuuhhhhh...". 
Kesal, berputar-putar tidak pasti mengejarnya, aku sudah seperti orang sinting. Kuputuskan untuk berhenti, percuma, pikirku. Aku cukup tau betul bagaimana tabiat seorang Wheny. Keras kepala dalam kejahilannya. Dia anak perempuan sekelasku yang paling kecil, dalam ukuran postur tubuh tentunya. Tetapi, mungkin tabiatnya juga bisa dikatakan masih seperti anak kecil, entahlah. Dia sangat suka menemukan sesuatu yang bisa dijadikan sumber kejahilannya. Namun, jangan coba-coba untuk mengusilinya, sebab teriakan protes dan kesalnya bisa menggema hingga melewati batas-batas benua. Begitulah Wheny, sosok yang sedikit menyebalkan, tetapi menghidupkan aura dalam sanggar. 
          Aku terduduk, memandangi Wheny yang masih sibuk memamerkan hasil foto itu. Rambut keritingnya menari-nari terkena tiupan semilir angin, Poninya yang juga membentuk ikalan keriting mencuat di sela-sela belahan rambutnya. Badannya mungil, sangat kecil, membuatnya mudah meloloskan diri apabila ingin pergi dari sebuah ruang tertutup yang hanya memiliki sebuah lubang berdiameter 30cm sekalipun. Setengah kesal, tiba-tiba saja aku menemukan laki-laki itu duduk di dekat pintu sanggar menatap ke arahku.
"Apa?!", tanyaku sedikit sinis.
"Padahal loh dek, fotonya bagus banget", katanya sambil mengacungkan dua jempol. 
"Pokoknya aku nggak suka. Malu-maluin tuh foto", aku menyangkal.
"Kan nggak setiap momen kayak gitu bisa di abadikan. Nanti aku minta dek Wheny ah..."
What? tanyaku dalam hati.
"Ah apa-apaan sih. Nggak mau."
"Lhawong Mas BJ lho udah minta fotonya tadi, ha ha ha", ceplos Wheny.
"Hah?", aku kaget setengah tidak percaya. Sekarang aku benar-benar menatap ke arahnya. "Serius mas? Hapus nggak?!"
Ia hanya tertawa, sedikit menyeringai mungkin. 
"Hal langka kayak gini nggak boleh dihapus dong. Ya kan?", dan sekarang dia menunjukkan layar hpnya. Benar, sudah ada fotoku disana. 
"Buat apaan sih? Sini balikin hapus!", tanganku gatal ingin meraih handphone mereka. Jadilah aku berebut handphone lagi. Kesal, aku tidak bisa.
"Udah lah sun, toh buat kenang-kenangan juga. Kan jarang-jarang dapet foto orang dengan pose kayak gitu", timpal Velix, setengah tertawa.
Aku bergegas berdiri, keluar sanggar, berjalan menuju lorong.
"Yee, kok Sunny ngambek sih...?", teriak Wheny di belakangku. Aku terus memantapkan langkah, dengan bertelanjang kaki.
"Dek, mau kemana?", tanya laki-laki itu.
Aku terus diam. Menenangkan diri, aku melangkah menuju kantin.