Dear Antares,
Aku tak mampu menemukanmu. Aku tak lagi melihatmu di balik berpendarnya cahaya malam dalam waktu-waktu ini. Aku tidak tahu, mungkin sudut penglihatanku kah yang salah. Atau mungkin karena aku tak lagi memiliki loteng tempat aku memandangmu dari kejauhan sana lagi. Aku pun tidak tahu, apakah engkau yang tidak ingin aku temukan lagi. Terakhir, aku tak lagi melihat cahaya merah menyala yang selalu engkau banggakan dulu. Aku tidak mampu menguraikan setiap pantulan cahaya yang sebelumnya dengan gagah engkau tunjukkan pada angkasa. Harusnya sudutmu tidak berubah. Harusnya engkau tidak hilang ditelan masa. Harusnya engkau tidak menghilang dari pandanganku. Atau harusnya aku yang tidak seharusnya mengatakan harus padamu?

Dear Antares,
Dalam sebuah bentangan cakrawala dan kronos, aku ingin engkau mampu merengkuhku. Melihat bahwa sejak dulu, jauh dari jangkauanmu aku mengharapkanmu. Lewat lorong kronos kucoba menerjemahkan kosakata langit dibalik cahayamu. Namun tampaknya langit kita sedang tidak bersahabat, ia menghalangiku menatapmu. Atau, jangan-jangan engkaukah yang menghilang dari langit itu dan mencoba merasuki dimensi lain? Sebanyak jumlah asteroid di balik sabuk Mars dan Jupiter, sebanyak itulah pertanyaanku untukmu.

Dear Antares,
Apakah engkau melihat setiap derai “chronic” antara semesta ini? Kosmologiku tak lagi ku pandang seperti dulu. Kosmologiku berkembang dan mengerut setiap waktu. Setiap partikel penyusun materi tak mampu aku sampaikan padamu. Setiap materi partikelmu terkadang tak sampai padaku. Apakah atmosfer kita begitu bertolak layaknya kutub utara dan selatan? Ah, aku rasa engkau tidak mengetahui tentang muatan kedua kutub itu, jadi mungkin salahku yang tidak mengatakannya padamu.

Dear Antares,

Aku menyukai kosmologiku, aku mencintai kosmologiku, tapi mungkin aku lupa bahwa engkau tidak menerima bentangan cakrawala yang kuperlihatkan padamu. Itukah yang membuatmu menghilang selama ini? Menunggu lorong kronos berhenti pada sebuah “chronic”, aku juga menunggumu untuk kembali mau merangkai kosmologiku. Mungkin engkau lupa, lupa bahwa aku juga telah memujamu pada gulungan ombak pertama yang kita lihat. Aku tidak tahu. Aku tidak mampu. Aku akan membentangkan lagi jarak cahaya yang selama ini menjadi pembeda dimensi kita. Akan kurajut kembali tempatmu menyampaikan pesan cahaya atas keberadaanmu. Dan aku akan kembali bertanya kepada setiap butiran air yang jatuh dari langit untuk melukis pelangi di langit siang esok hari.