Pasca berakhirnya perang dingin antara Amerika Setikat dan Uni Soviet, wacana tentang regionalisme menjadi sebuah diskursus penting yang mana mampu mengubah tata dunia pada saat itu hingga sekarang. Diskursus ini juga dibarengi dengan adanya sebuah identitas nasional yang diusung masing-masing negara mau tidak mau mengalami perubahan ketika memasuki sebuah konteks regionalisme. Secara jelas, artikel ini juga mencoba memaparkan bagaimana hubungan antara nasionalisme dengan kemunculan konsep regionalisme pasca tahun 1945. Lalu, artikel ini juga mengemukakan bagaimana nasionalisme dan regionalisme itu sendiri mampu secara bersama-sama mengembangkan konsep perubahan di tata dunia. Regionalisme, dipandang sebuah konteks yang memiliki peranan dalam mengubah perilaku negara-negara baik negara eks-perang dingin, maupun negara-negara yang tergabung dalam The Third World (Non Blok). Dalam perkembangannya, The Third World inilah yang lebih memiliki peranan terhadap hubungan/relasi konsep nasionalisme dan regionalisme di perubahan tata dunia.
   Regionalisme lahir berkat adanya Perang Dingin yang kemudian mampu membuat aliansi/persekutuan tertentu yang ada di dunia yaitu Blok Barat, Blok Timur dan Non Blok. Negara-negara yang tergabung dalam gerakan Non Blok itu sendiri notabene adalah negara-negara yang baru saja merdeka dari kolonialisme barat. Menarik kemudian, yaitu saat dimana negara-negara ini baru saja terbentuk identitas nasionalnya namun telah mampu untuk membuat konsep regionalisme sendiri (Non Blok) yang secara tidak langsung melabeli identitas mereka secara bersamaan sebagai sebuah entitas yang terlepas dari ideologi Barat maupun Timur. Sehingga kemudian, regionalisme pada saat tersebut dapat dikatakan sebagai regionalisme yang terekonstruksi dari berakhirnya perang yang nyata di dunia, beralih menjadi perang dalam konteks ideologi.
Sesuatu yang penting dan perlu saya garis-bawahi dalam pemaparan artikel ini adalah bagaimana sebuah efek dari adanya kolonialisasi Barat kemudian membuat bangkitnya nasionalisme Third World Countries untuk mampu melepaskan diri dari ketergantungannya terhadap negara-negara Barat dan beralih untuk mengembangkan dimensi politik maupun perekonomiannya bersama-sama. Kemunculan regionalisme tersebut yang saat inilah mampu melahirkan konsep interdependensi sehingga tatanan dunia antara satu negara dengan negara lain menjadi setara. Dalam pemaparan artikel ini juga dikemukakan bagaimana bangkitnya kekuatan regionalisme yang diawali dengan adanya Uni Eropa sebagai pelopor regionalisme yang sukses. Memang benar adanya bahwa kemajuan atau kesuksesan regionalisme-regionalisme baru saat ini terinspirasi dari adanya pembentukan Custom Union oleh Uni Eropa dan sejauh ini memberikan efek positif (kecuali dalam hal krisis mata uang tunggal Euro belakangan). Namun demikian menurut saya, kesuksesan Custom Union Uni Eropa sendiri tidak mampu dipisahkan dari adanya identitas regionalisme dari negara-negara yang baru merdeka, sehingga negara Uni Eropa tersebut merasa harus membentuk sebuah persekutuan untuk memenuhi dan melindungi kepentingan politik, ekonomi, maupun dimensi kehidupan sosial lainnya dari negara-negara lain. Hal tersebut juga dibuktikan dengan negara-negara pelopor Uni Eropa The Great Six yang notabene adalah negara-negara kolonial.
Dalam kesimpulan akhir ini, peran negara kolonial dan post-kolonial dalam membentuk konsep regionalisme adalah sama besarnya. Negara kolonial memberikan atau membangkitkan identitas nasional bagi negara post-kolonial. Dampaknya, negara-negara post-kolonial ini merasa perlu untuk mengembangkan diri bersama-sama dan untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap negara Barat. Hal inilah yang kemudian membuat negara-negara Barat harus membentuk sebuah aliansi/organisasi antar-negara yang mampu melindungi sekaligus mengembangkan kepentingan mereka. Kerangka ini yang kemudian melahirkan regionalisme-regionalisme baru dan mengubah tatanan dunia saat ini.