Dear #5

Dear Antares,
Aku tak mampu menemukanmu. Aku tak lagi melihatmu di balik berpendarnya cahaya malam dalam waktu-waktu ini. Aku tidak tahu, mungkin sudut penglihatanku kah yang salah. Atau mungkin karena aku tak lagi memiliki loteng tempat aku memandangmu dari kejauhan sana lagi. Aku pun tidak tahu, apakah engkau yang tidak ingin aku temukan lagi. Terakhir, aku tak lagi melihat cahaya merah menyala yang selalu engkau banggakan dulu. Aku tidak mampu menguraikan setiap pantulan cahaya yang sebelumnya dengan gagah engkau tunjukkan pada angkasa. Harusnya sudutmu tidak berubah. Harusnya engkau tidak hilang ditelan masa. Harusnya engkau tidak menghilang dari pandanganku. Atau harusnya aku yang tidak seharusnya mengatakan harus padamu?

Tentang Kita...


Aku memasukinya. Aromanya sangat khas, begitu kukenal. Setiap guratan di tubuhnya, setiap bekas yang pernah aku jejakkan, dan bukan hanya aku yang pernah melakukannya. Meskipun sekarang ia telah berbeda, ia tak lagi sama seperti dulu. Beberapa make up telah membuatnya terlihat lebih baik dan tidak seburuk dahulu. Namun aku masih hafal betul padanya. Bagaimana tidak? Ia adalah tempat pertama kali aku mendengar sebuah lantunan lagu yang diciptakan untuk menghadirkan kehangatan di rumah kita. Kemudian aku melihatnya. Seorang anak berumur 15 tahun. Duduk di bangku baris kedua, kolom kedua dari barat. Anak perempuan itu mengenakan pakaian sekolahnya yang berwarna abu-abu, dengan badge berwarna kuning di sebelah lengannya. Ia tersenyum setengah tertawa sembari memandangi papan tulis di hadapannya. Di papan tulis itu terdapat rangkaian kata yang akan mengalun merdu setelahnya. Aku memandang anak itu lagi. Aku ingat jelas, ia adalah aku. Aku empat tahun yang lalu. Di balik tembok berwarna hijau, dengan papan tulis putih di depan kelas ini yang menandakan bahwa ini adalah kelas X-C. Tetapi bukan ini kelasku, hari ini hanyalah menjadi hari dimana aku bertemu dengan teman-teman lain untuk mendengarkan sebuah lirik. Dan kini aku dapat melihat mereka, beberapa muncul satu per satu, di baris sana, di kolom sini, hingga kelas ini terisi hampir belasan orang. Lantunan lirik itu mengalun perlahan... Aku yang dulu, mereka, telah menghilang... Tetapi kudengar jelas lewat telingaku lagu itu...