“Keputusan kan
ada di dirimu sendiri, bukannya aku mau menjelek-jelekkan, tetapi hati-hati
lah”. Tatapan matanya yang setengah meruncing rasanya berkata-kata seperti itu
kepadaku. Aku terdiam sejenak, masih merasakan nafas-nafas udara yang
bergejolak di sekitarku. Aku masih terduduk manis di teras itu. Sedangkan ia
masih dengan rajin, jemarinya memencet-mencet keypad handphonenya. Aku menatapnya sejenak. Tubuhnya kurus kecil
dan posturnya hanya sebatas laki-laki biasa, tidak tinggi, tidak juga pendek.
Masih nyaman ia duduk bertengger di atas motor Yamaha Mio-nya yang berwarna
biru kehijauan dengan corak pelangi pada sisi sampingnya. Udara luar memang
sedang dingin, sebab ini adalah waktu-waktu pergantian musim, tetapi nampaknya
bukan itu yang membuatnya mengenakan sweater. Sweater hijaunya yang berwarna
ketuaan dan menurutku sudah tampak lusuh itu memang selalu dipakainya setiap
hari, yang entah itu merupakan sweater kesayangannya atau tidak ada sweater
lain? Entahlah. Sepertinya argumen pertama yang lebih dapat diterima. Beralih
ia menatapku. Aku membalas dengan tatapan bingung yang masih setengah tidak
mengerti. Kami sama-sama menatap langit, kami sama-sama membagi cerita dalam
kebisuan. Satu hal yang tidak pernah aku kira sebelumnya adalah, bahwa orang
ini, yang kini berada di hadapanku, merupakan sosok yang memiliki hati dan jiwa
begitu besar, yang memiliki vision begitu besar pada apa yang akan ia hadapi.
Sebelumnya, sebelum aku mengenal dekat dirinya, yang aku tahu ia adalah
seseorang dengan bakat goresan cat air atau pewarna apapun yang luar biasa.
Dimanapun ia menggoreskan tangannya, seolah saat itu juga bumi menginginkan ia
melahirkan karya berupa gambaran-gambaran luar biasa. Aku mengagumi setiap
inchi garis-garis dan desain yang mampu ia wujudkan, karena memang mereka luar
biasa. Bukan hanya dalam bentuk dua dimensi saja tetapi, ah... terlalu banyak
jika aku jabarkan, aku tak mampu. Dan yang sulit aku percayai adalah, bahwa
pada saat ini, dua anak manusia ini –aku dan dia- bisa berbagi cerita, cerita
tentang hati, yang bahkan pada teman-teman terdekatku saja tidak pernah aku
ceritakan, begitu pun ia.
Label: Cerpen