Dear Antares,
Aku menulisnya di sela-sela revolusi tata surya pada galaksi yang kita pijak saat ini. Kosmos yang aku temukan terlihat berbeda. Tahukah kamu, pada saat-saat ini, aku menemukan “kembali” ketenangan yang telah lama hilang. Entahah, mungkin sekitar dua waktu penuh revolusi bumi ini. Ternyata sejarah memang berulang, begitu bukan? Manusia tampaknya memang dirancang untuk selalu menemukan lagi kepingan yang pernah dilalui ataupun ditinggalkannya. Aku tidak tahu mengapa. Sejarah selalu memberikan pengalaman dan pengamatan. Sejarah juga memberikan kesadaran dan identifikasi pada setiap butir materi dan partikel yang melekat pada diri.

Dear Antares,
Langitku sunyi. Aku menyukainya. Namun bukan berarti sunyi yang hilang. Sunyi yang menenangkan. Apa yang aku lihat, nampaknya langit tak lagi sudi menampakkan lentik wajahnya padaku. Perlahan, jejaknya terasa menjauh. Benarkah ini dikarenakan fenomena yang mereka sebut-sebut dengan “globalisasi” atau “global warming” itu? Ah, siapa peduli. Mereka yang berteriak-teriak itupun masih menatap hampa harapan dibalik fenomena iu. Aku? Aku tidak peduli. Selama kosmosku masih dapat berputar dan menatap padaku, aku akan tetap berdiri.



Dear Antares,
Pelik terkadang menelan pil pahit lika-liku lajur cakrawala ini. Tidak lihatkah kau disana, kapan pun dunia ini dapat berubah. Tidak hanya dunia yang aku pandang, begitu pun dunia yang engkau rasakan. Hambar pun menjadi sebuah rasa bagiku yang tak aku konfrontasikan lagi. Bukankah lebih baik demikian, toh, setiap rasa hanya diri sendiri yang dapat mendefinisikan?

Dear Antares,
Mimpi muncul saat menjadi mimpi. Engkau muncul saat senja menutup diri. Lagi-lagi aku salah mengartikannya. Mimpi selamanya menjadi mimpi sampai akal kesadaran ini membangunkannya sebagai mimpi. Engkau tetap duduk manis disana, mengikuti lajur yang tercipta, bukannya hilang dan timbul seperti yang aku pandang. Tahukah engkau, bahwa mungkin engkau dapat menatapku dibalik cahaya kemerahan itu? Aku yang berdiri dan lalu duduk sunyi. Aku yang menunggu di batas senja.

Dear Antares,
Semakin aku memakan waktu, benar dan salah menjadi sangat bias. Begitupun dengan jarak dekat ataupun jauh. Engkau dan aku bisa jadi merupakan propaganda yang kita ciptakan sendiri tanpa memandang esensi dan mendefinisikannya.

Dear Antares,
Sejarah memakan waktu, waktu mengembalikan sejarah. Dalam kosmos yang sunyi, aku menyaksikan hilang dan timbulnya dirimu. Semoga engkau tak kan pernah menemukanku. Karena sejarah yang berulang demikian amat teramat sunyi.