"Apa kabar? Baik-baik sajakah?"
Hanya setajuk kata itu saja yang sebenarnya mampu melukiskan perhatian lebih dari apapun. Hanya kata-kata sesederhana itu. Tidak perlu aku menjawab, tidak perlu engkau pun tahu, tidak perlu aku memberi tahu, namun itu telah cukup. Percayalah, aku tidak akan mengatakan apapun, aku tidak akan mengucapkan satu kalimat atau sepatah kata pun jika pertanyaan itu tidak pernah hadir dalam dirimu. Sebuah simbol kesederhanaan yang terkristalisasi menjadi permata tersembunyi. Hanya kata-kata itu. Hanya pertanyaan itu. Aku tidak meminta lebih.
       Sebab mungkin langit yang suka kita pandangi tidak berada pada sudut yang sama. Mungkin aku terlalu lelah dengan guratan-guratan cahaya matahari yang menerpa, dan engkau menyukai di sudut cahaya itu datang. Mungkin aku terlalu membungkam rasa dan mengikat sejuta aksara untuk meluapkannya. Mungkin aku yang mudah letih untuk sekedar menerima hal-hal yang terlanjur ada. Atau sudut pandangku yang terlalu perfeksionis dalam mempertahankan sesuatu? Entahlah.
      Aku tahu bumi berputar, aku tahu semua bergerak, begitupun engkau. Tetapi aku tidak ingin pergerakan yang mengubah pergerakan dalam arah yang telah ada. Seperti aku yang bergerak lebih, namun konstan. Perubahan itu membuat sebuah sisi berkembang, namun meninggalkan sisi lain yang terpuruk dan menyedihkan.

Aku ingin menangis. Aku ingin berada di tempat sunyi. Hingga pada akhir suaraku tidak akan pernah terdengar lagi.