Dear Antares,
Poros waktu semakin berotasi, menunjukkan revolusi yang menemukan sejatinya bagaimana keadaan itu bergulir. Menyatukan kepingan remah-remah yang sempat ditelantarkan. Gugusan meteoroitmu jatuh tepat pada saat malam bergeming. Pada pusat tegak lurus sembilan puluh derajat, engkau bersaksi. Dalam sudutnya yang tumpul, kembali engkau mengurai sebuah jarak, menghubungkan dan mengaitkan. Dalam polanya yang pasti, engkau mengukur dan menyelami langitmu sendiri, menguatkan dan memastikan.


Dear Antares,
Sebuah rumpun jauh di angkasa menjadi tempat bagimu untuk bercengkrama. Memastikanmu berada dalam sudut yang pasti, konstan. Sudah tidak akan menjadi asa dalam milyaran bintang lainnya. Menjalani alurmu tentu berbeda dengan riuh ramai liuk sungai Amazon, yang mampu mempolarisasikan tepi-tepi tebingmu. Mensinkronisasikan gerak, memacu percepatan, menahan batasan angin dalam standar knot tertentu.

Dear Antares,
Tahunan cahaya mampu membentuk geometri yang acapkali membuatku berpikir, berhenti sejenak. Cahayamu memang tak bergeming, tanpa denting. Rengkuhanmu tak perlu diragukan, mengkelakar, dan mampu menghidupkan kembali stimulus dalam dendrit yang telah mati sekalipun. Engkaulah Antares, sebuah paradigma terselubung, yang lagi, menyita perhatian yang telah mati ditindas kelabu. Namun kembali, sejenak terhenti. Jikalah tahunan cahaya ini mampu membuatmu nampak tak terselubung, maka biar saja tahunan cahaya ini menjadi sebuah konstanta. Konstanta yang mampu membuatmu kembali berdenting.

(Di bawah tegak sembilan puluh derajat, tepat ketika meteoroit berada pada sabuknya, disaksikan oleh semesta yang berbincang, sebuah catatan atas ketersembunyian, Tuesday-August 7th 2012, 19:43 WIB